Rabu, 02 April 2014

Mardaani Versi Lia Susanti

IDE CERITA MARDAANI
SPECIAL HUT RANI MUKERJI

CAST:
Rani Mukerji as ACP Rani
Jishu Sengupta as Sam
Boman Irani as Chief Minister/ Perdana Menteri Mukesh
Priyanka Chopra as Priya/ Putri Mukesh
Aditya Roy Kapoor as Addie

Sore itu cukup cerah di kota metropolitan Mumbai. Sam yang baru pertama kali datang ke India sedang meminum segelas lemon tea di sebuah food court di salah satu pusat perbelanjaan Mumbai. Tadinya dia datang kesini berdua dengan temannya, Addie. Tapi setengah jam yang lalu, Addie pergi meninggalkannya dan berjanji akan secepatnya kembali.
Sam sendiri merupakan pria NRI, artinya pria berkebangsaan India yang tinggal di luar negeri. Sejak berusia lima tahun, ia dan kedua orang tuanya pindah ke London dan membuka usaha sendiri di sana. Sejak saat itu, mereka tak pernah kembali ke India. Sampai temannya yang bernama Addie mengajaknya ikut serta ke acara pertunangannya di desa kecil di distrik Punjab.
Awalnya, semua baik- baik saja, sampai tanpa sengaja matanya menangkap seorang gadis bertubuh mungil sedang berkelahi dengan beberapa pria berbadan kekar layaknya seorang bodyguard. Dia sangat heran bagaimana bisa orang- orang di sekitarnya hanya menonton saja tanpa ada niat membantu sedikitpun.
Dia terpukau melihat bagaimana wanita itu dihempaskan tubuhnya kesana kemari. Tapi, wanita itu bangkit lagi dan kembali menyerang mereka layaknya ksatria anti mati. Pukulan demi pukulan mendarat di tubuh pria- pria besar itu. Tubuhnya yang mungil seolah terbang dan menendang mereka satu per satu.
Tak tinggal diam, Sam meninggalkan minumannya dan berniat membantu wanita tangguh itu. Dia entah bagaimana caranya bisa sekompak itu dengan wanita yang belum dikenalnya dalam menghajar enam pria bertubuh raksasa.
Tak sampai lima menit, sekelompok sekuriti Mall datang dengan membawa senjata api. Musuh mereka yang tadinya sudah hampir dapat mereka kalahkan, melarikan diri begitu saja.
“BHAAG! BHAAG!” Teriak wanita itu padanya. Tapi memang dasarnya dia belum terbiasa dengan bahasa Hindi dia hanya tersenyum simpul, berharap wanita itu mengucapkan terima kasih padanya. Wanita yang tidak diketahui namanya itu kembali meneriakkan kata yang sama. Sam kali ini terlihat mematung, jidatnya berkerut pertanda dia tak mengerti apa yang diucapkan wanita itu.
Diseretnya Sam keluar dari Mall. Mereka berlari menuju tempat parkir. Dengan mata kepalanya sendiri dilihatnya wanita itu mengendarai mobil bahkan tanpa menggunakan kunci. Dia semakin bertanya- tanya wanita seperti apa yang sedang dijumpainya ini? Mungkinkah dia penjahat?
Hari sudah menjelang malam. Mereka berdua masih duduk kaku di dalam mobil di sebuah jalanan sepi.
“Achcha bhai, kahan hai tumhara ghar?” Tanya wanita itu padanya. Memecah keheningan mereka. Sam yang sedari tadi sedang menunggu panggilan dari Addie terkejut.
“Can you speak slowly, please? Aku baru di India aku kurang lancar berbahasa Hindi”
“Oh, sorry. Maksudku, kemana aku harus mengantarmu? Kita harus segera berpisah sebelum yang punya mobil sadar dia telah kehilangan mobilnya”
“What are you? A thief? Don? Gangster?” Tanya Sam dengan mimik wajah penasaran.
“Kenapa kau begitu tertarik?” Dia balik tanya tanpa menghiraukan rasa penasaran Sam
“No, bukan! Maksudku, wanita seperti apa yang berkelahi dengan enam pria sangar, tubuhnya dihempaskan kesana kemari tanpa merasa sakit sedikitpun? Wanita seperti apa yang mencuri mobil seseorang dari tempat parkir? Aku sendiri belum pernah melakukannya”
“Namaku Rani, Rani Ahuja”
“Dan pria- pria tadi?”
“Preman. Ok tell me, alamatmu dimana?”
“Sebenarnya aku tinggal di hotel, tapi aku tak hafal nama hotelnya. Dan temanku, si Addie sialan itu belum menghubungiku sampai sekarang. Dia pasti sedang asyik mabuk- mabukan.”
“Okaylah, kau bisa tinggal denganku malam ini, sampai temanmu itu menelepon”
“What?”
“Hei, tenang saja! Jangan seperti anak perawan seperti itu! Aku tak akan memperkosamu. Lagi pula kau bukan tipeku, mengerti?”
“Haha, so funny!” Jawab Sam ketus. Tapi bagaimanapun, dia mengikuti Rani ke flat kecil di sudut kota Mumbai.
“Hei, kau polisi?” Tanya Sam, dia semakin kaget saat melihat photo di dinding flat Rani. Disitu terlihat jelas Rani menggunakan seragam polisi wanita. Rani hanya mengangguk kemudian masuk ke dalam kamarnya.
“Aku mau mandi dulu. Kau tunggu disini. Flat ini hanya punya satu kamar mandi, jadi kau akan mandi setelah aku.” Ucap Rani. Sam mengangguk.
Dihempaskan tubuhnya ke atas sofa. Untuk menghindari rasa bosan dia menghidupkan televisi berukuran 21 inch dan tiba- tiba wajahnya muncul disitu. Ternyata insiden siang tadi di Mall terekam kamera CCTV dan pihak Mall melaporkan mereka semua ke kantor polisi. Beruntungnya gambar CCTVnya buruk sehingga akan sulit untuk mengenali wajah asli pelaku.
“Aku selesai! Ini handuk, dan ini pakaian untukmu, kalau saja kau ingin mengganti pakaian”
“Ini baju siapa?”
“Baju ini milik almarhum abangku yang telah meninggal empat bulan yang lalu”
“Oh, I am sorry to hear that” ucap Sam dengan wajah sedih. Dia masuk ke dalam kamar mandi yang letaknya di dalam kamar tidur Rani.
Begitu selesai mandi, dilihatnya Rani sedang mengobati luka di sekujur tubuhnya dengan menggunakan alkohol. Dia begitu terpana melihat Rani tak meringis kesakitan sedikitpun. Gadis- gadis yang lain pasti sudah menangis menahan rasa sakit, tapi tidak demikian halnya dengan Rani. Dia seolah sangat menikmati luka itu.
“Hei, kau sudah selesai? Aku tahu pakaian itu akan cocok untukmu. Ukuran tubuh kalian mirip.” Tanya Rani panjang lebar begitu melihat Sam duduk bersanda di sofa.
“Kau tak terluka?” tanyanya lagi dengan ramah. Sam menggeleng lembut
“Siapa namamu?”
“Sam, Sam Prasad”
“Hmm, Sam. Bisa tolong bantu aku mengobati punggungku? Tanganku tak sampai. Rasanya perih sekali” Rani menyodorkan kapas dan sebotol alkohol kepadanya. Dengan tangan gemetar, Sam meraih alkohol itu dan mengoleskannya dengan sangat perlahan ke punggung Rani. Sesekali ditariknya tanktop Rani untuk mengobati lukanya yang tertutup kain. Dirasakan jantungnya bergetar setiap kali dia menyapukan alkohol ke bagian yang luka. Bukan! Bukan karena dia takut. Ada sesuatu yang salah sejak pertama dia melihat gadis yang kini duduk membelakanginya itu. Dia tahu dia sudah menyukai gadis itu di detik pertama dia melihat Rani dari jarak dekat.
Dia ingat bagaimana rambut panjangnya beruraian setiap kali menghajar preman- preman itu. Mungkin terasa begitu cepat, tapi dia benar- benar telah jatuh cinta.
“Ngomong- ngomong sedang apa kau disini? Maksudku di Mumbai” Rani membuyarkan lamunannya.
“Hm, temanku, Addie akan tunangan minggu depan. Kami baru tiba kemarin malam, jadi kami memutuskan untuk pergi ke desa temanku itu besok sore”
“Oh I see, jadi keluarganya Addie?”
“Keluarganya sudah berangkat duluan minggu lalu, katanya mempersiapkan pesta”
Tak lama kemudian rasa kantuk menghinggapi mereka. Rani tidur di kamarnya, sementara Sam tidur di sofa di ruang tamu

*#*#*#*#*
Keesokan paginya. Rani sedang menyiapkan sarapan saat Sam menghampirinya ke dapur. Rani menyapa pria itu dengan ramah.
“Addie sudah di bawah. I gotta go”
“Sepagi ini? Kenapa cepat sekali. Ajak temanmua untuk sarapan sekalian” Rani tak tahu kenapa rasa kehilangan tiba- tiba merasukinya saat ia mendengar Sam harus pergi
“I would love to, tapi dia sudah terlalu lama menunggu”
“Baiklah, akan kubungkuskan sedikit sarapan ini untukmu dan temanmu.” Rani mengambilkan dua kotak makan siang yang biasanya dibawa untuk bekal makan siangnya di kantor. Sambil menahan air mata, dia memasukkan satu per satu roti, acar, dan sayuran ke dalam kotak itu.
“Rani, kau kenapa?” Sam menyadari ada yang salah.
“Aku, aku tak apa.”
“You okay? Tum theek to ho na?”
“Haan, main bilkul thik hoo. Ini, pergilah, temanmu sudah menunggu terlalu lama. Dan mengenai yang kemarin, terima kasih banyak.”
Sam meraih bungkusan dari tangan Rani. Diraihnya beserta tangan kanan gadis itu. Dengan perlahan ditariknya tubuh mungil Rani ke dalam pelukannya.
“Aku pasti akan merindukanmu, teman pertamaku di India”
“Datanglah kesini setiap kali kau ada waktu. Pintu ini selalu terbuka untukmu”

                                                            *#*#*#*#
Demikianlah, ditatapnya kepergian Sam dan punggungnya yang semakin menjauh. Dari teras flatnya dengan wajah sedih, dia memandangi mobil taksi yang ditumpangi Sam menghilang di ujung jalan.
Hidup harus terus berlangsung. Lagi pula akan terasa aneh kalau dia mengatakan dirinya mencintai pria yang baru ditemuinya semalam. Dia berangkat ke kantor polisi tempatnya bekerja dengan menaiki bus.
Setibanya disana atasannya langsung memanggil dirinya ke kantor. Perasaannya mengatakan ada sesuatu yang salah.
“Ada apa, Pak?” tanyanya setelah memberi hormat.
“Aku dengar kemarin kau membuat kekacauan lagi di Mall.”
“Ya Pak.”
“Dan kau tahu anak buah siapa yang sedang kau hadapi?”
“Ya Pak”
“Kau tahu kemarin kau sedang off duty?”
“Ya Pak”
“Aku menyesal harus mengatakan ini. Tapi barusan Pak Mukesh, Perdana Menteri yang anak buahnya kau hajar hingga babak belur itu, menelepon, dan memintamu untuk dipecat secara tidak hormat”
“Tapi Pak”
“Rani, kau membuat posisi saya sulit. Kau tahu, kau adalah polisi terbaik di bagian kriminal. Di divisimu sendiri tak ada polisi lain yang lebih baik dari dirimu. Tapi kau tahu, musuhmu itu bukan orang sembarangan. Kau seharusnya sadar itu sebelum bertindak”
“Tapi, Pak. This is not fair! Anak buahnya yang menghajar saya terlebih dahulu. Saya sedang santai minum teh di Mall dan mereka menghampiri saya”
“We have no option. Bahkan F.I.R terhadap dirimu sudah masuk ke kita. Mereka mengajukan tuntutan untukmu. Sekarang kau juga harus dipenjara berdasarkan tuduhan mereka.”
“Hukum seperti apa yang sebenarnya berlaku disini? Dan itu, patung wanita dengan timbangan dan mata tertutup itu maksudnya apa? Dan, dan, dan foto Mahatma Ghandi yang tertempel di dinding dibelakang bapak itu maksudnya apa? Kita polisi tapi kita tak dapat menegakkan keadilan untuk kita sendiri? Aneh sekali!”
“Baiklah, kau bisa keluar. Saya akan menghubungi Pak Mukesh terlebih dahulu untuk berusaha memperjuangkanmu. Saya akan berusaha sebaik mungkin”
                                                                        *#*#*#*#
Belum lagi jernih pikirannya semenjak ditinggal pria yang baru dikenalnya, kali ini batin Rani semakin berkecamuk. Berita seperti apa yang didapatnya pagi ini? Benar- benar merusak moodnya seharian. Pensil yang tadinya terletak di atas meja, diambilnya. Gigi- gigi kecilnya itu menggigit ujung pensil. Kakinya tak berhenti bergetar di bawah meja. Setiap kali dia sedang bad mood, dia pasti akan bersikap begitu. Tak lama kemudian, pikirannya melayang jauh. Ke masa yang tak terlalu jauh dari sekarang.
Empat bulan lalu, abangnya, Shiv Ahuja, yang juga merupakan perwira polisi jujur, tewas terbunuh saat sedang menginvestigasi kasus penjualan wanita di bawah umur yang sedang marak terjadi di India. Pemerintah dengan tegas mengatakan tewasnya Shiv adalah murni kecelakaan, dalam istilah kepolisian India disebut kasus A Final, dimana kasus tersebut langsung ditutup dan dianggap kecelakaan murni.
Awalnya, Rani beserta keluarganya memang percaya dengan pernyataan pemerintah. Sampai tak lama kemudian, Rani yang sedang merindukan Shiv, membuka laptop pribadi milik abang satu- satunya itu, dan menemukan beberapa bukti yang sempat didapat Shiv saat melakukan penyelidikan. Foto- foto di dalam laptop itu jelas- jelas menunjukkan wajah Perdana Menteri Mukesh dan beberapa anak buahnya beserta beberapa anak gadis di bawah umur dalam keadaan tersekap di sebuah gudang.
Di dalam laptop juga terdapat dokumen hasil penyelidikan Shiv dalam bentuk microsoft word yang sekiranya akan segera dia masukkan berkasnya ke kepolisian setempat. Namun belum sempat Shiv melakukannya, nyawanya telah direnggut di tengah jalan, di perjalanannya menuju kantor polisi.
Rani, tanpa sepengetahuan orang tuanya, menaikkan kembali kasus penculikan, penyekapan, dan penjualan anak di bawah umur itu. Sidang baru berjalan satu kali, saat tiba- tiba sepulang dari kantor, Rani mendapati kedua orang tuanya tewas bersimbah darah di rumahnya sendiri.
Itulah sebabnya Rani memutuskan untuk menyewa sebuah flat kecil saja. Dia tak sanggup untuk kembali ke rumahnya sendiri. Karena setiap kali dia menginjakkan kakinya ke rumah itu, tanpa disadarinya, air matanya menetes deras sekali. Dia selalu teringat akan kenangan indah dengan keluarganya di rumah itu.
Lamunan Rani terhenti saat tiba- tiba atasannya menepuk pundaknya lembut. Dengan sedikit terkejut, Rani mengusap air mata yang sempat bercucuran di wajahnya.
“Aku sudah bernegosiasi dengan Pak Perdana Menteri. Pak Mukesh mau mencabut ancamannya, asal, dengan syarat, kau dimutasi ke daerah terpencil di Andhra Pradesh, tepatnya di distrik Srikakulam, kau hanya menjadi petugas polisi biasa yang bertugas di kantor. Nanti sore, surat pindahmu mungkin sudah selesai, jadi kau bisa pindah ke Srikakulam besok. We will really miss you, Rani”
                                                                        *#*#*#*#*#
“Rani! Kau Rani kan?” Seseorang berteriak dari belakang Rani. Dia sedang berbelanja di pasar kecil. Dengan sigap dia membalikkan badannya. Dilihatnya seorang pria bertubuh tegap berjalan gagah ke arahnya.
“Remember me?” Tanyanya
“Sam? Kau Sam?” Tanya Rani setengah tak percaya
“I can’t believe I could see ya here. Gadis Mumbai di distrik Punjab, hah? Sedang apa disini?” Tanya Sam, dia terlihat excited sekali melihat kedatangan gadis yang terlah berhasil mencuri tidurnya itu. Rani tersenyum kecil. Senyuman yang memang tak bisa lepas dari kesehariannya.
“Aku... Disini.. Kurasa aku sedang membuntutimu” Jawabnya simpel sembari memainkan matanya. Benar- benar terlihat manja. Suara seraknya pun terdengar begitu seksi saat mengucapkan itu.
“Apa aku buronan yang telah mencuri hatimu?” Balas Sam yang disambut gelak tawa Rani. Sepertinya dia tak mau kalah dalam hal menggombal
“Sangat senang melihatmu disini. Aku kira kita tak akan pernah bertemu lagi.” Ucap Rani dengan tatapan mata kosong.
“Ya, padahal baru tiga hari yang lalu kita bertemu. Serasa kita sudah berteman cukup lama. Hei kau belum bercerita, kenapa bisa berada disini?”
“Dua hari yang lalu, aku dimutasi. Awalnya sih dipecat. Ceritanya panjang. Padahal dulunya aku akan naik pangkat dari ACP menjadi DCP. Tapi ya, mungkin, beginilah jalannya”
“Dimutasi? Kemana?”
“Ke Andhra Pradesh”
“Itu cukup jauh dari sini. Kenapa lantas bisa ke Punjab?”
“Aku belum melapor ke tempat tugasku yang baru. Aku pikir mungkin aku butuh waktu untuk berlibur. So, here I am. Terdampar disini. Kau sendiri sedang apa?”
“Aku, tadinya aku kemari dengan Addie dan calon tunangannya, tapi mereka sepertinya sedang ingin menikmati waktu berdua. Jadi aku pergi dari mereka, dan menemukanmu disini, thank goodness” Jawab Sam sambil tertawa kecil.
Perbincangan mereka berlanjut cukup lama. Tanpa terasa hari sudah malam. Dalam perjalanan menuju guest house tempat Rani menginap, mereka kebetulan sekali bertemu dengan Addie dan calon tunangannya yang ternyata, Priya, putri tunggal Perdana Menteri Mukesh yang juga musuh bebuyutan Rani sejak masa sekolah. Tidak, sebenarnya Rani tak pernah menganggapnya musuh. Justru sebaliknya, Priya yang sepertinya begitu alergi dengan Rani.
Priya sendiri, sejak awal melihat foto Addie dan melakukan video call dengannya melalui skype, sudah merasa sangat cocok dan menyukai Addie sehingga menyetujui perjodohan yang awalnya dia anggap sebagai tradisi bodoh. Namun, melihat Sam yang ternyata lebih tampan dan lebih berkarisma dibanding Addie, membuat rasa sukanya terhadap Addie luntur. Dia kini lebih menyukai Sam.
Melihat kedekatan dan keakraban Sam dengan Rani membuat Priya merasa sangat cemburu dan merasa panas hati. Dia memang selalu ingin menghancurkan Rani sebagaimana Rani tak pernah mengizinkan dirinya sedikit lebih di depan. Dari dulu, hampir dalam segala hal, Rani selalu mengalahkannya. Itu yang membuat Priya membenci dirinya.
“Kau disini?” Tanya Priya padanya dengan tatapan wajah sinis
“Ya, aku sedang berlibur”
“Aku kira kau sudah dipecat dari kepolisian”
“Sayang sekali harapanmu tak dikabulkan” Tantang Rani. Kedua tangannya disilang. Dia ingin tahu sejauh apa Priya bisa sinis terhadap dirinya.
“Any way, berhubung kau sudah disini. Aku mengundangmu datang ke pesta pertunanganku, akhir minggu ini. Kuharap kau bisa datang, siapa tahu kau akan mendapatkan jodohmu disana”
“Let’s see, jadwalku agak padat belakangan ini. Aku tak bisa janji”
“Hm, Rani, bisa aku minta nomormu. Just in case” Ucap Sam padanya, tak lama setelah pasangan Addie dan Priya meninggalkan mereka.

                                                                        *#*#*#*#
Awalnya Rani datang ke Punjab untuk menemui Sam. Dia benar- benar merindukan pria itu. Namun takdir berkata lain saat tanpa disadarinya ternyata calon tunangan Addie adalah Priya. Saat itulah Rani mendapat ide untuk menjebak Priya melalui Sam. Agak jahat memang, tapi mereka berdua sepertinya dengan mudah masuk sendiri ke dalam perangkap Rani.
Rani membuka jendela kamar guest housenya. Suasana di pedesaan Punjab memang lebih indah dari pada tempat manapun di India. Dia sudah mandi sejak pukul enam tadi. Dia memperbaiki salwar kameez berwarna biru yang dikenakannya pagi itu. Rambutnya sengaja dia gerai untuk mendapat kesan gadis India asli. Bibirnya juga sudah dilapisinya dengan lipstick berwarna pink lembut.
Dia tak sadar bahwa sedari tadi, dari luar jendela kamarnya, Sam sudah memperhatikan dirinya. Sam memang sengaja bangun lebih cepat pagi itu. Sejak pukul enam, dia sudah duduk di trotoar di seberang guest house tempat Rani menginap, hanya untuk melihat gadis yang disukainya.
Menyadar Sam menatap dirinya bahkan tanpa berkedip sekalipun, Rani tersenyum geli. Dia bergegas menghampiri pria itu.
“Sam, kau sedang apa?”
“Aku? Kau? Apa kau sudah sarapan?” Tanya Sam, gelagapan.
                                                            *#*#*#*#*
“Priya menyukaimu, aku bisa melihatnya” Celetuk Rani. Mereka sudah bersama sejak pagi. Menghabiskan waktu berjam- jam tanpa merasa bosan sedikitpun. Sam tertegun. Kenapa Rani mengatakan hal seperti itu padanya.
“Dia cemburu melihat kita bersama.”
“Itu hanya perasaanmu saja”
“Aku mengenal dia cukup lama. Setiap kali dia berucap sinis padaku, artinya dia sedang cemburu.”
“Aneh sekali”
“Aku ingin mengisahkan sesuatu padamu”Ucap Rani. Saat itulah dia menceritakan semuanya pada Sam. Tentang mengapa dia dihajar enam preman saat itu. Tentang siapa preman- preman itu. Tentang siapa musuh dia sebenarnya. Tapi dia tak menceritakan sampai kepada Priya dan rencananya menghancurkan Mukesh melalui putrinya sendiri
“Kau melawan seorang perdana menteri sendiri?” Tanya Sam seolah tak percaya. Tapi dilihatnya Rani mengangguk. Sangat pelan, tapi Sam dapat melihat aura penyesalan dan kesedihan yang mendalam di wajah gadis itu.
Tanpa disadarinya, Sam mengangkat wajah Rani dan menatapnya dalam- dalam seolah ingin berkata, ‘Bagilah sedikit dukamu padaku’. Tak lama setelah itu, Sam memeluk dirinya erat, sangat erat. Rani membalas pelukan itu dengan sengaja, karena di seberang jalan, dia melihat Priya sedang memperhatikan mereka.
                                                                        *#*#*#*#
“I love you. Main tumse bahot pyaar karti hoon” Bisik Priya tepat di telinga Sam. Malam itu mereka berdua sedang duduk di taman belakang bungalow keluarga Priya. Mendengar itu, bukannya senang, Sam malah bergidik ngeri. Bagaimana tidak, Priya mengungkapkan itu tepat di telinganya. Tak lama setelah itu, Priya meraih kedua tangan Sam dan melingkarkan ke pinggangnya sendiri. Nafasnya menderu di leher pria tampan itu. Hampir saja membuat Sam kehilangan kendali
“Kau aneh!” Ucap Sam tiba- tiba. Tanpa sengaja dia menghempaskan tubuh seksi Priya ke sudut kursi. Dia buru- buru mengucapkan maaf lalu bergegas berdiri dari situ sebelum ada orang lain yang melihat mereka.
“Kenapa? Kenapa harus Rani?” Teriak Priya padanya saat dia melihat Sam hendak bergegas meninggalkannya. Beruntung tak ada orang lain selain mereka saat itu
“Karena setidaknya dia punya harga diri”
                                                                        *#*#*#*#
Malam ini merupakan malam yang ditunggu- tunggu kedua keluarga Addie dan Priya. Malam ini merupakan malam pertunangan mereka. Perdana Menteri Mukesh tampak hadir di acara yang sangat penting itu. Semua adat telah selesai dilaksanakan. Hingga tibalah prosesi tukar cincin. Priya tanpa disangka- sangka justru membuang cincin berlian bernilai ratusan juta itu jauh- jauh. Semua orang bingung, termasuk Addie sendiri
“Aku tak bisa melanjutkan ini. Aku tak mencintai Addie”
“Priya! Jangan bodoh!” Bisik Papa Mamanya, tapi dia tak peduli.
“Aku mencintai Sam! Kalaupun pertunangan ini harus berlangsung hanya akan ada Sam yang memasangkan cincin di jari manisku. Kalau tidak, aku lebih baik bunuh diri” Semua orang tercengang. Semua orang kecuali satu, RANI! Ini yang dia harapkan dan dia tunggu- tunggu. Rani sadar betul sebenarnya Priya tak mencintai Sam. Rani hafal betul sikap gadis manja itu. Dia hanya terobsesi untuk merebut Sam dari Rani. Itu saja! Itu sebabnya Rani memutuskan untuk memanas- manasi dirinya dengan berpura- pura dekat dengan Sam
“Apa- apaan ini? Pak Perdana Menteri? Kenapa mempermalukan keluarga kami?” Teriak Ibunda dari Addie. Perdana Menteri Mukesh terlihat menutup wajahnya yang memerah dengan tangan kanannya. Dia merasa benar- benar malu. Putri satu- satunya mempermalukan dirinya di hadapan umum dan di depan reporter infotainment yang meliput acara pertunangan itu.
Saat suasana benar- benar tegang. Bungalow itu tiba- tiba gelap gulita. Seseorang, yang tak lain adalah Rani dengan sengaja memutuskan aliran listrik. Saat gelap gulita itulah dia membawa Perdana Menteri Mukesh ke sebuah gudang yang sudah disiapkannya terlebih dahulu.
“Welcome Mukesh Ji” Bisik Rani padanya saat ia tersadar. Saat itu, tangan dan kakinya sudah diikat.
“Kau? Kau tahu siapa aku? Lepaskan aku”
“Ckckckck, Perdana Menteri yang malang”
“Siapa kau?”
“Kau tak tahu aku siapa? Hmm, ya, aku ingat, kau tak datang di sidang perdana kemarin ‘kan? Kau sedang rapat ya?”
“Shiv? Kau adiknya Shiv?”
“Ya, dan AKU JUGA PUTRINYA PAK AHUJA YANG KAU BUNUH BERSAMA ISTRINYA” Teriak Rani. Emosinya benar- benar meledak.
“Cuih, kau bodoh! Lima menit lagi orang- orangku akan segera menemukanmu”
“Kau yang bodoh! Telepon genggammu aku buang saat di perjalanan menuju kesini. Mereka tak bisa melacakmu!”
“So, Mukesh Ji, bagaimana perasaanmu dipermalukan oleh putrimu sendiri? Menyenangkan bukan? Oh, tunggu dulu, kau belum tahu berita bahagia selanjutnya! Putrimu, yang sangat kau sayangi itu, barusan bunuh diri karena ditolak cintanya oleh Sam. Dan kau tahu siapa yang dicintai Sam? Aku!”
“Putriku?”
“Kau baru kehilangan satu, bangsat! Aku sudah kehilangan semuanya! Kau lihat pistol ini? Sebenarnya aku sangat ingin menembakmu dengan ini. Dhishqyaun! Dhishqyaun! Tapi tidak kulakukan! Aku ingin menyiksamu, sedikit demi sedikit, sedikit demi sedikit”
“Lepaskan aku!”
“Tu.. tunggu dulu. Kau belum lihat gambar terakhir putrimu kan? Aku sudah mendownloadnya. Beritanya langsung tersebar di situs berita online” Rani menggebu- gebu menunjukkan gambar Priya kepada Mukesh. Membuat Priya tambun yang terikat di depannya ini terbakar emosi. Tali yang tadi mengikatnya sudah lepas. Mukesh buru- buru melepas tali di kakinya.
Dengan sigap ditariknya rambut panjang Rani. Dijambaknya berkali- kali. Rani bukannya merasa kesakitan malah meludah ke wajah Mukesh. Beruntung dia memakai legging sehingga memudahkan dirinya untuk bergerak lebih leluasa.
“Come! Pukul aku!” Tantang Rani. Mukesh mendekat. Ditendangnya perut Rani dengan sangat keras, hingga membuat gadis mungil itu terpental jauh. Dari mulut dan hidungnya berceceran darah segar.
“Ayo! Hajar lagi!” Kali ini Mukesh meninju wajahnya berkali- kali. Hingga cincin yang melingkar di jari manisnya rusak. Saat itulah Rani bangkit. Dia mendorong tubuh tambun Mukesh ke belakang. Setengah terbang, dia mendaratkan tendangan ke wajah Mukesh. Satu per satu tinju melayang.
Rani menghajarnya berkali- kali sampai Mukesh terjatuh ke lantai.
“Tanpa anak buahmu kau bukan apa- apa!” Rani menarik pelatuk pistolnya. Dengan sigap ditembaknya sekali tepat ke ulu hati Mukesh. Ditembaknya sekali lagi di kepala. Kemudian sisa peluru dihabiskan ke bagian jantung dan bagian perut.
Setelah menghabisi Mukesh dengan tangannya sendiri, Rani menangis puas. Dendamnya telah terbalaskan.

                                                                        *#*#*#*#
“Rani, Rani, kau tak apa? Kau baik- baik saja?” Suara Sam mengagetkannya. Pistol yang tadi dia pakai untuk menembak mati Mukesh masih berada di tangannya. Dia terduduk lemas di sebuah kursi yang tadinya dia pergunakan untuk menyandera Mukesh. Rani terlihat mengangkat sedikit kepalanya yang tertunduk, lalu dia kembali menatap lantai.
“Bagaimana kau bisa tahu aku disini?” Tanyanya lemah kepada Sam yang menatap dirinya dengan penuh rasa tidak percaya. Sedetik kemudian, Sam mengangkat bahunya.
“Aku melacak nomormu dari smartphone ini”
“Did you kill him?”
“I think so. Kurasa begitu.”
“Shit! Shit! Shit!” Sam menutup wajahnya dengan kedua tangan. Dia tak menyangka Rani akan senekad itu. Ya, dia tahu bahwa gadis yang sedang dicintainya ini sangat membenci Mukesh. Bahkan sejak di pesta tadi pun, Sam sudah menyadari bahwa Mukesh sudah lama menjadi target Rani. Tapi kenapa harus dibunuh?
“Ok Rani, Rani! Listen to me, dengarkan aku!” Sam mengangkat wajah Rani yang masih tertunduk lemas, terlihat keringat mengucur deras dari wajahnya yang penuh darah karena dihajar oleh Mukesh.
“YOU- NEVER- DO- THIS!” Tegasnya pada Rani.
“Kau tak pernah melakukan ini” Sam mengambil alih pistol dari genggaman Rani. Dengan dupatta ungu bermotif polkadot pink milik Rani, dia membersihkan pistol itu dengan tujuan untuk menghilangkan sidik jari.
“Kau tak pernah melakukan ini! Kau sama sekali tak tahu tentang pembunuhan ini. Sekarang, kau pergilah sejauh mungkin dari tempat ini. Aku yang akan menggantikan posisimu”
“Sam, kau.. Kau tahu apa yang sedang kau katakan?”
“Entahlah, tapi, yah, sebentar lagi polisi akan menuju kesini, Rani! Aku sudah memberitahu polisi” Rani tercengang. Lantas untuk apa Sam melapor polisi jika akhirnya dia rela menggantikan posisi Rani. Melihat Rani yang mengernyitkan keningnya, Sam melanjutkan.
“Aku mencemaskanmu. Aku selalu memperhatikanmu. Saat Bungalow gelap gulita dan kudapati kau sudah tak ada disana, aku tahu kau yang melarikan Mukesh. Aku bergegas melacakmu. Aku takut kau tak sanggup menghadapi Pak Mukesh seorang diri. Saat sudah tiba disini, aku bergegas melapor kepada pengawal pribadi Pak Mukesh. Tapi ternyata, kau malah berhasil mengalahkannya. You’re tough enough, Rani.”
“Tapi, apa yang akan kau katakan pada polisi itu? Mengatakan bahwa kaulah pembunuhnya”
“Aku akan bilang, aku melihat Pak Mukesh berusaha membunuhmu, dan aku berusaha menyelamatkan dirimu dengan menembakinya. Cepat pergilah, Rani!”
“No, I go nowhere. Aku tak mungkin membiarkanmu terlibat masalah. Kau tak akan pernah bisa membayangkan hukuman apa yang kau dapatkan karena membunuh Perdana Menteri. Berikan pistolnya” Rani berusaha meraih pistol, tapi Sam menyimpan pistol itu ke punggungnya, seolah tak ingin memberikannya pada Rani
“Berikan, please, berikan padaku!” Pinta Rani, setengah memelas dan hampir menangis
“Dengan satu syarat, kau mau menerima pertolonganku”
“Pertolongan apa?”
“Aku harus menjadi pengacaramu di pengadilan nanti”
“Pengacara, kau? I can’t believe this” Pekik Rani. Sam mendekatkan wajahnya ke telinga Rani, dan berbisik lembut,
“Masih ada banyak hal yang belum kau ketahui tentangku, darling! Dan kalau kau ingin tahu lebih banyak, terimalah syaratku tadi”
                                                            *#*#*#*#
“Jadi, yang mulia, pada saat itu, Rani hanya berusaha menyelamatkan dirinya sendiri” Sam menutup penyataannya di sidang ketiga Rani siang itu. Dia tak perlu berpanjang lebar memberikan pembelaan terhadap kliennya. Lagi pula dakwaan yang ditujukan pada Rani oleh Jaksa Penuntut Umum tidaklah terlalu merepotkan.
Setelah mempertimbangkan semua dakwaan beserta pembelaan, Hakim memutuskan Rani tidak bersalah. Dan oleh pihak kepolisian Mumbai dia diberikan penghargaan karena telah menangkap penjahat kelas berat seperti Perdana Menteri Mukesh dan membuktikan bahwa Mukesh memang benar bersalah dalam kasus penjualan wanita di bawah umur. Dia kembali diterima bekerja di kepolisian Mumbai, dan mutasi terhadapnya dibatalkan saat itu juga.
“Selamat ya, Rani!” Sam memberikan ucapan saat mereka hanya tinggal berdua di luar pengadilan.
“Thank you very much Sam. Aku tak tahu apa yang akan terjadi padaku sampai kau ada disana menyelamatkanku, lagi.”
“Hm, apa lagi yang bisa kuperbuat Madam, sepertinya aku memang diciptakan hanya untuk melindungimu saja.”
“Hahaha, kau pintar bercanda”
“Okay lah, sepertinya memang tugasku disini sudah selesai. I gotta go back to London”
“Siang ini? Kenapa cepat sekali”
“Itu kalimat yang sama beberapa saat lalu, saat aku bilang aku harus pergi karena Addie sudah menungguku di bawah” Sam mendekatkan wajahnya, hingga memaksa Rani mundur beberapa langkah. Dengan lembut, lagi- lagi dia berbisik ke telinga Rani
“Kau tak pernah mencintaiku ‘kan?” Tanyanya pelan, bahkan sangat pelan. Rani menggeleng, tapi secepat mungkin dia mengangguk malu, lalu menggeleng lagi. Pertanyaan Sam menjebaknya.
“Apa kau masih tertarik untuk mengetahui kehidupanku lebih banyak? Kukira aku cukup baik untukmu”
“Aku? Saaamm, itu terdengar seperti, hmm, seolah- olah kau, kau sedang melamarku”
“Tidak Rani, tadi aku sedang kumur- kumur (sambil cakar tembok)”
“I do”
“You do what?”
“Kalau itu tadi lamaran, aku mau. Kalau itu tadi kau baru menyampaikan cinta, aku mau. Kalau itu tadi kau bilang apa aku masih tertarik untuk mengetahui kehidupanmu lebih banyak, aku juga mau.”
“Terdengar sangat pasrah, ya?”
“Well, Sam, aku vegetarian”
“Me too”
“Aku tak suka tempat yang berantakan”
“Bisa disesuaikan”
“Aku tak pintar masak”
“Kita bisa sama- sama belajar”
“Aku tak suka tidur di spring bed”
“Tidur di lantai berdua denganmu, terdengar lebih baik. Apa kita perlu tidur di teras sekalian?”
“Kalau mimpi buruk aku suka mengigau”
“Madam, aku baru melamarmu! Bukan menginterview karyawan baru”
“Aku kira kau ingin tahu tentang kehidupanku”
“Yes Ma’am. Aku akan mempelajarinya setelah kita menikah. Sekarang, bisa kita pergi makan siang? Aku lapar sekali”
                                                                        *#*#*#*#

The End

Tidak ada komentar:

Posting Komentar